KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah Swt yang dengan limpahan taufiq, rahmat dan hidayat Nya kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Slawat dan salam semoga dilimpahkan
kepada junjungan kita nabi Muahammad saw,beserta
keluarganya,sahabat-sahabatnya,dan para pengikutnya sampai akhir zaman.
Dalam
penyusutan makalah ini kami menyadari bahwa terdapat kekurangan atau jauh dari
sempurna,Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran yang bersipat
membangun dari para pembaca terutama rekan-rekan/teman-teman siswa.
Dengan selsainya penyusunan makalah ini kami ingin
menucapkan rasa trimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang
telah banyak membantu dalam membimbing kami.
Madiun ,2 oktober 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Pakaian
dikenakan oleh seorang muslim atau muslimah sebagai ungkapan ketaatan dan
ketundukan kepada Allah, karena itu berpakaian bagi seorang muslim memiliki
nilai ibadah. Karena itu dalam berpakaian ia pun mengikuti aturan yang
ditetapkan oleh Allah swt .
Manusia
dengan segala peradabannya memiliki naluri untuk mengembangkan apa yang ada,
termasuk dalam perkembangan model pakaian. Tidak bisa dipungkiri lagi model
pakaian yang ada di era globalisasi ini banyak menyadur dari dunia barat. Tapi
umat Islam haruslah tetap bercermin terhadap syari’at Islam yang Rasulullah lah
yang menjadi suri tauladannya, tidak mengabaikan apa yang menjadi
batasan-batasan berpakaiansesuaisyari’atIslam.
Dalam hal ini akan dibahas
lebih lanjut tentang segala yang berhubungan dengan tema makalah ini yakni “Pakaian”.
Adapun yang akan diuraikan adalah pengertian dari pakaian, syarat-syarat
berpakaian menurut syari’at Islam, fungsi dari pakaian,warna pakaian yang
disukai Rasulullah serta etika dalam berpakaian.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Tidak
Menutup ‘Aurat.
Dari Abu
Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى
عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلَا يُفْضِي
الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، وَلَا تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى
الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ
“Janganlah
seorang laki-laki melihat ‘aurat laki-laki lain, tidak pula seorang wanita
melihat ‘aurat wanita yang lain. Dan janganlah seorang laki-laki berada dalam
satu kain/selimut dengan laki-laki lain, dan tidak pula wanita berada satu
kain/selimut dengan wanita lain” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 334, Abu
Daawud no. 4018, At-Tirmidziy no. 2793, dan yang lainnya].
Dari Abu
Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam :
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ
النَّارِ، لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ
يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ
مَائِلَاتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ
الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ
كَذَا وَكَذَا
“Dua
kelompok dari penghuni neraka yang aku belum pernah melihat mereka : Pertama,
orang-orang yang membawa cambuk menyerupai ekor sapi. Dengannya mereka
mencambuki orang lain. Kedua, wanita-wanita yang berpakaian, namun sebenarnya
telanjang (karena tidak menutup ‘aurat yang semestinya ditutup), menggoda orang
lain dan berjalan dengan melenggak-lenggok. Kepala
mereka seperti punuk onta yang miring. Mereka tidak masuk surga dan juga tidak
dapat mencium aromanya, padahal aroma surga dapat dicium sejauh perjalanan
sekian dan sekian” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2128].
2.
Menyerupai
Pakaian Orang Kafir
Dari ‘Abdullah bin ‘Amru radliyallaahu
‘anhumaa : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ
بِغَيْرِنَا، لَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ، وَلَا بِالنَّصَارَى،
“Tidak
termasuk golongan kami orang yang meniru selain kami, janganlah kamu meniru
orang Yahudi dan Nashrani” [Diriwayatkan
oleh At-Tirmidziy 4/425 no. 2695,
Al-Qadlaa’iy dalam Musnad Asy-Syihaab 2/205 no. 1191, dan
Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath 7/238 no. 7380; dihasankan oleh Asy-Syaikh
Al-Albaaniy dalam Silsilah
Ash-Shahiihah 5/227-228 no. 2194].
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu
‘anhumaa, ia berkata :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ
فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang meniru satu kaum, maka ia
termasuk golongannya” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no.
4031, Ahmad 2/50 & 2/92, Ath-Thabaraaniy dalam Musnad asy-Syaamiyyiin
no. 216, ‘Abdun bin Humaid dalam Al-Muntakhab no. 846, dan yang lainnya; shahih[1]].
Syaikhul-Islam
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
أن المشاركة في الهدي الظاهر
تورث تناسباً وتشاكلاً بين المتشابهين، يقود إلى موافقة ما في الأخلاق والأعمال،
وهذا أمر محسوس، فإن اللابس ثياب أهل العلم يجد من نفسه نوع انضمام إليهم، واللابس
لثياب الجند المقاتلة - مثلاً - يجد من نفسه نوع تخلق بأخلاقهم، ويصير طبعه
متقاضياً لذلك، إلا أن يمنعه مانع.
“Bahwasannya
kesamaan lahiriyah akan menimbulkan kesesuaian dan keserupaan antara dua orang
yang saling menyerupai, yang nantinya akan mengantarkan kepada kesamaan dari
sisi akhlaq dan perbuatan. Yang demikian adalah perkara yang bisa dirasakan.
Seseorang yang mengenakan pakaian yang dikenakan orang ‘alim, maka ia akan
mendapati dirinya memiliki kecondongan kepada mereka. Selanjutnya tabiat akan
mengarah ke sana kecuali apabila ada faktor pencegah” [Iqtidlaa’ Shiraathil-Mustaqiim,
1/93].
3.
Berdandan
Seperti Orang Musyrik
‘Umar
bin Khathhab radliyallaahu ‘anhu telah berkata :
وَإِيَّاكُمْ وَالتَّنَعُّمَ
وَزِيَّ أَهْلِ الشِّرْكِ
“Dan
jauhkan dirimu dari bermewah-mewah dan
meniru model orang musyrik” [Diriwayatkan
oleh Muslim no. 2069, Ahmad
1/15, Ibnu Hibbaan 12/268 no. 5454, dan yang lainnya].
4.
Berlagak
Sombong.
Allah ta’ala berfirman :
إِنَّهُ لا يُحِبُّ
الْمُسْتَكْبِرِينَ
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong” [QS. An-Nahl : 23].
Dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata
: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ
اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يُزَكِّيهِمْ، قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ:
" وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ، وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ، شَيْخٌ زَانٍ،
وَمَلِكٌ كَذَّابٌ، وَعَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ
“Ada
tiga golongan yang tidak diajak bicara oleh Allah di hari kiamat dan tidak pula
dibersihkan (dari dosa-dosa mereka)”. Abu Mu’aawiyah
(perawi hadits) meneruskan : “dan Allah tidak akan melihat mereka. Bagi
mereka siksa yang sangat pedih. Mereka itu adalah : Orang tua yang berzina,
raja pembohong, dan orang
miskin yang sombong” [Diriwayatkan
oleh Muslim
no. 107, Ahmad
2/480, Abu ‘Awaanah dalam Al-Mustakhraj no. 114, dan yang lainnya].
5.
Menyerupai
Pakaian Lawan Jenis.
Dari Abu
Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ، وَالْمَرْأَةَ
تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ
“Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang mengenakan pakain
wanita, dan wanita yang mengenakan pakaian laki-laki” [Diriwayatkan oleh Abu
Daawud no. 4098, Ahmad 2/325, Ibnu Hibbaan 13/62-63 no. 5751-5752, dan yang
lainnya; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi
Daawud 2/519].
Dari
Ibnu Abi Mulaikah, ia berkata :
قِيلَ لِعَائِشَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهَا: إِنَّ امْرَأَةً تَلْبَسُ النَّعْلَ، فَقَالَتْ لَعَنَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلَةَ مِنَ النِّسَاءِ
Dikatakan
kepada ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa : “Sesungguhnya ada wanita memakai
sandal laki-laki”. Lalu ia menjawab : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam telah melaknat wanita yang menyerupai laki-laki” [Diriwayatkan oleh
Abu Daawud no. 4099, Al-Humaidiy no. 274, Abu Ya’laa no. 4880, dan yang
lainnya; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi
Daawud 2/519-520].
6.
Isbal bagi Laki-Laki.[2]
Dari Abu Juray Jaabir bin Saalim radliyallaahu ‘anhu,
dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
وَلَا تَحْقِرَنَّ شَيْئًا
مِنَ الْمَعْرُوفِ، وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ
وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ، وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ
السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ، وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ
الْإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ، وَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ
الْمَخِيلَةَ، وَإِنِ امْرُؤٌ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلَا
تُعَيِّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ فَإِنَّمَا وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ
“Jangan engkau sepelekan perbuatan baik walau
sedikit. Berbicaralah kepada saudaramu dengan wajah berseri-seri sebab hal itu
juga sebuah kebaikan. Angkat kain sarungmu hingga setengah betis. Jika engkau
enggan, maka julurkan persis di atas mata kaki. Janganlah kamu melakukan isbal,
sebab isbal itu termasuk perbuatan sombong (al-makhillah). Sesungguhnya Allah
tidak mencintai kesombongan. Apabila ada seseorang yang mencela atau mencacimu
dengan sesuatu yang ia ketahui dari dirimu, maka jangan engkau balas
mencercanya dengan sesuatu yang engkau ketahui dari dirinya. Sebab, bencana
tersebut hanya akan menimpa dirinya sendiri” [Diriwayatkan oleh Abu
Daawud no. 4084; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan
Abi Daawud 5/515-516].
7.
Bergaya
untuk Mencari Popularitas (Aneh Dipandang Oleh Masyarakat pada Umumnya).[3]
Dari
Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam :
مَنْ
لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ أَلْبَسَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوْبًا مِثْلَهُ
زَادَ، عَنْ أَبِي عَوَانَةَ ثُمَّ تُلَهَّبُ فِيهِ النَّارُ
“Barangsiapa
yang memakai pakaian kemasyhuran (untuk populraitas), maka Allah akan
memakaikan sebuah pakaian (yang hina) di hari kiamat yang kemudian dinyalakan
api di dalamnya” [Diriwayatkan
oleh Abu
Dawud no. 4029
dan Ibnu Majah 3606; dihasankan oleh Asy-Syaikh
Al-Albaaniy dalam Shahihul-Jaami’ no. 6526].
Asy-Syaukaaniy
rahimahullah berkata :
قال
ابن الأثير : الشهرة ظهور الشيء والمراد أن ثوبه يشتهر بين الناس لمخالفة لونه
لألوان ثيابهم فيرفع الناس إليه أبصارهم ويختال عليهم بالعجب والتكبر
“Ibnul-Atsiir
berkata : ‘Asy-Syuhrah adalah tampaknya sesuatu. Maksudnya bahwa
pakaiannya populer di antara manusia karena warnanya yang berbeda sehingga
orang-orang mengangkat pandangan mereka (kepadanya). Dan ia menjadi sombong
terhadap mereka karena bangga dan takabur” [Nailul-Authaar, 2/111 – via
Syamilah].
Ibnu
Baththaal rahimahullah berkata :
فالذى
ينبغى للرجل أن يتزى فى كل زمان بزى أهله ما لم يكن إثمًا لأن مخالفة الناس فى
زيهم ضرب من الشهرة
“Yang
seharusnya dilakukan seseorang adalah ia berpakaian di setiap masa dengan
pakaian orang-orang yang hidup di masa tersebut sepanjang tidak terkandung
dosa, karena penyelisihan terhadap pakaian yang dipakai oleh orang banyak
termasuk syuhrah” [Syarh Shahih Al-Bukhaariy, 17/144 – via
Syamilah].
8.
Memakai
Pakaian Sutera Bagi Laki-Laki.[4]
‘Umar
bin Al-Khaththaab radliyallaahu ‘anhu pernah menuliskan surat yang
berisi :
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَا يُلْبَسُ
الْحَرِيرُ فِي الدُّنْيَا إِلَّا لَمْ يُلْبَسْ فِي الْآخِرَةِ مِنْهُ
“Bahwasannya
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Tidaklah sutera
dipakai oleh seseorang di dunia, melainkan tidak akan dipakaikan kepadanya
kelak di akhirat’ [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5830, Muslim no.
2069, An-Nasaa’iy no. 5312, dan yang lainnya].
Dari
Hudzaifah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
نَهَانَا
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَشْرَبَ فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ، وَأَنْ نَأْكُلَ فِيهَا، وَعَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ وَالدِّيبَاجِ
وَأَنْ نَجْلِسَ عَلَيْهِ
“Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam telah melarang kami minum dan makan dari bejana yang
terbuat dari emas dan perak, memakai sutera dan diibaaj serta duduk di
atasnya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5837, Abu Daawud no. 3723,
At-Tirmidziy no. 1878, dan yang lainnya].
9.
Memakai
Pakaian Berwarna Merah Menyala dan Polos.
Dari
Al-Barraa’ bin ‘Aazib radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
نَهَانَا
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمَيَاثِرِ الْحُمْرِ
وَالْقَسِّيِّ
“Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang kami memakai al-mayaatsir
(alas tidur) berwarna merah dan al-qassiy (pakaian yang digarisi dengan
sutera)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5838].
Dari
‘Imraan bin Hushain, ia berkata :
قَالَ
لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ خَيْرَ طِيبِ
الرَّجُلِ مَا ظَهَرَ رِيحُهُ وَخَفِيَ لَوْنُهُ، وَخَيْرَ طِيبِ النِّسَاءِ مَا
ظَهَرَ لَوْنُهُ وَخَفِيَ رِيحُهُ، وَنَهَى عَنْ مِيثَرَةِ الْأُرْجُوَانِ "
“Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam pernah berkata kepadaku : ‘Sesungguhnya sebaik-baik
wangi-wangian bagi seorang laki-laki adalah yang nampak baunya dan tersembunyi
warnanya. Dan sebaik-baik wangi-wangian bagi wanita adalah yang nampak warnanya
namun tersembunyi baunya’. Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga
melarang (kami memakai) bantalan pelana yang berwarna sangat merah”
[Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2788 dan Ar-Ruuyaaniy no. 75; dishhaihkan
oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah 5/519-520 no.
2396].
Para ulama berdalil dengan riwayat di atas terlarangnya
memakai pakaian yang berwarna merah polos. Adapun jika tidak merah polos
(misalnya : merah bergaris), maka boleh.
10. Memakai
Pakaian Bergambar Makhluk Hidup.
Dari
Abu Zur’ah, ia berkata : Aku pernah masuk bersama Abu Hurairah di rumah
Marwaan, lalu ia (Abu Hurairah) melihat di dalamnya ada beberapa gambar. Abu
Hurairah berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
قَالَ
اللَّهُ عَزَّوَجَلَّ: وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ خَلْقًا كَخَلْقِي
فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً أَوْ لِيَخْلُقُوا حَبَّةً أَوْ لِيَخْلُقُوا شَعِيرَةً
"
“Allah
‘azza wa jalla berfirman : ‘Dan siapakah yang lebih dhalim daripada orang yang
menciptakan seperti ciptaanku ?. Hendaklah ia ciptakan sebutir biji atau
hendaklah ia ciptakan sebutir gandum” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no.
5953 &7559 dan Muslim no. 2111].
Dari
‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam pernah datang dari safar (bepergian), sedangkan aku telah menutupkan
sebuah tirai pada sebuah rak kepunyaanku. Pada tirai itu terdapat
gambar-gambar. Ketika Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melihatnya,
beliau mencabutnya dan bersabda :
أَشَدُّ
النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ
" قَالَتْ: فَجَعَلْنَاهُ وِسَادَةً أَوْ وِسَادَتَيْنِ
“Manusia
yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menyamai
(menandingi) ciptaan Allah”. ‘Aaisyah radliyallaahu 'anhaa
berkata : “Maka tirai itu kami jadikan sebuah bantal atau dua bantal”
[Diriwayatkan oleh 5954, Muslim no. 2107, An-Nasaa’iy no. 5356, dan yang
lainnya].
11. Memakai Za’faran
Bagi Laki-laki.
Dari
Anas radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
نَهَى
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَزَعْفَرَ الرَّجُلُ
“Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam melarang laki-laki memakai za’faran” [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 5846, Muslim no. 2101, Abu Daawud no. 4179, dan yang
lainnya].
Karena, za’faraan
adalah perhiasan dan wewangian para wanita.
12. Berhias/Bertabarruj
Ketika Keluar Rumah atau di Depan Selain Suaminya.
Allah ta’ala
berfirman :
وَقَرْنَ
فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى
“Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias (bertabarruj) dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah” [QS. Al-Ahzaab : 33].
13. Memakai
Wangi-Wangian Ketika Keluar Rumah Bagi Wanita.
Dari Abu
Muusaa Al-Asy’ariy radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
أَيُّمَا
امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ
زَانِيَةٌ
“Wanita
wana saja yang memakai wangi-wangian, lalu melewati satu kaum agar mereka
mencium baunya, maka ia adalah pezina” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no.
4173, An-Nasaa’iy no. 5126, dan yang lainnya; dihasankan oleh Asy-Syaikh
Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan An-Nasaa’iy 3/372].
Dari Abu
Hurairah radliyallaahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda :
وأَيُّمَا
امْرَأَةٍ تَطَيَّبَتْ، ثُمَّ خَرَجَتْ إِلَى الْمَسْجِدِ، لَمْ تُقْبَلْ لَهَا
صَلَاةٌ حَتَّى تَغْتَسِلَ "
“Wanita
mana saja yang memakai wangi-wangian, lalu keluar menuju masjid, maka shalatnya
tidak diterima hingga ia mandi terlebih dahulu (untuk menghilangkan bau
wanginya)” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4174, Ibnu Maajah no. 4002,
dan yang lainnya; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih
Al-Jaami’ no. 2703.
14. Memakai
Emas Bagi Laki-Laki.
Dari Abu
Hurairah radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam :
أَنَّهُ
نَهَى عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ
Bahwasannya
beliau melarang memakai cincin dari emas [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no.
5864, Muslim no. 2089, An-Nasaa’iy no. 5186, dan yang lainnya].
15. Memakai
Cincin dari Besi Murni Bagi Laki-Laki.[5]
Dari ‘Amru bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya
:
أَنّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى عَلَى بَعْضِ أَصْحَابِهِ
خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ، فَأَعْرَضَ عَنْهُ، فَأَلْقَاهُ وَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ
حَدِيدٍ، فَقَالَ: " هَذَا شَرٌّ، هَذَا حِلْيَةُ أَهْلِ النَّارِ "،
فَأَلْقَاهُ، فَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ وَرِقٍ، فَسَكَتَ عَنْهُ
Bahwasannya
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melihat salah seorang shahabatnya
memakai cincin dari emas. Maka beliau berpaling darinya. (Melihat hal itu),
maka shahabat tersebut membuangnya dan menggantinya dengan cincin dari besi.
Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ini lebih jelek
(dari cincin emas). Ini merupakan perhiasan penduduk neraka”. Shahabat tadi
kembali membuang cincinnya dan menggantinya dengan cincin dari perak, sementara
itu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak berkomentar tentangnya”
[Diriwayatkan oleh Ahmad 2/163 & 2/179, Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad
no. 1021, dan Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’aanil-Aatsaar 4/261;
dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Aadaabuz-Zifaaf hal. 217].
16. Memakai
Cincin di Jari Telunjuk dan Jari Tengah.
Dari
‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
نَهَانِي
نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَاتَمِ فِي
السَّبَّابَةِ، وَالْوُسْطَى
“Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam melarangku memakai cincin di jari telunjuk dan jari
tengah” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 5286, Ibnu Hibbaan no. 5502, dan
yang lainnya; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan
An-Nasaa’iy 3/404].
17. Menyemir
Rambut dengan Warna Hitam.[6]
Dari
Jabir bin ‘Abdillah ia berkata : Abu Quhafah datang di hari Fathu Makkah dimana
rambut kepalanya dan jenggotnya telah memutih. Maka Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
غَيِّرُوا
هَذَا بِشَيْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ
“Rubahlah
ini dengan sesuatu dan hindarilah warna hitam”
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 2102].
Dari
Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata : Telah bersabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
يَكُونُ
قَوْمٌ يَخْضِبُونَ فِي آخِرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لَا
يَرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ "
“(Kelak)
akan ada satu kaum di akhir jaman yang menyemir rambut mereka dengan warna
hitam seperti ekor burung merpati. Mereka tidak akan mencium bau surga”
[Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4212, Ahmad 1/273, dan yang lainnya;
dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 2/547].
18. Menyemir
Rambut yang Hitam dengan Warna Lain.
Asy-Syaikh
Shaalih Al-Fauzan hafidhahullah berkata : “Merubah warna rambut yang
hitam dengan warna lain adalah tidak boleh karena tidak perlu. Warna hitam
termasuk warna yang paling baik untuk rambut. (Hal itu mereka lakukan) karena
meniru orang kafir” [Tanbihaat ‘alaa Ahkaami Yakhtashu bil-Mu’minaat
hal. 12].
19. Sering
Menyisir Rambut.
Dari
‘Abdullah bin Buraidah : Bahwasannya seorang dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam yang dipanggil Buraidah berkata :
إِنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَنْهَى عَنْ كَثِيرٍ مِنَ
الْإِرْفَاهِ ". سُئِلَ ابْنُ بُرَيْدَةَ عَنِ الْإِرْفَاهِ؟ قَالَ: مِنْهُ
التَّرَجُّلُ
“Sesungguhnya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang sering melakukan al-irfaah”.
Ibnu Buraidah ditanya tentang makna al-irtifaah, lalu ia menjawab :
“Diantaranya adalah menyisir rambut” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4160,
An-Nasaa’iy no. 5239, dan yang lainnya; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy
dalam Shahiih Sunan An-Nasaa’iy 3/394-395].
Dari
‘Abdullah bin Al-Mughaffal radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
نَهَى
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ التَّرَجُّلِ إِلَّا غِبًّا
“Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang bersisir kecuali dua hari sekali
(sehari melakukan, sehari tidak)” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4159,
At-Tirmidziy no. 1756, An-Nasaa’iy no. 5055-5056, dan yang lainnya; dishahihkan
oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 2/535].
Al-Baghawiy
rahimahullah setelah membawakan hadits tersebut berkata :
قِيلَ:
مَعْنَاهُ: التَّرَجُّلَ كُلَّ يَوْمٍ، وَأَصْلُ الإِرْفَاهِ مِن الرَّفَهِ،
وَهُوَ أَنْ تَرِدَ الإِبِلُ الْمَاءَ كُلَّ يَوْمٍ، وَمِنْهُ أُخِذَتِ
الرَّفَاهِيَةُ، وَهِي الْخَفْضُ، وَالدَّعَةُ، فَكَرِهَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الإِفْرَاطَ فِي التَّنَعُّمِ مِنَ التَّدْهِينِ
وَالتَّرْجِيلِ،
“Dikatakan
maknanya adalah menyisir rambut setiap hari. Asal kata dari al-irtifaah adalah
ar-rafah, yaitu : onta yang mendatangi air setiap hari. Darinya diambil
kata ar-rafaahiyah, yaitu : berjalan pelan dan tenang. Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam membenci berlebihan memakai minyak wangi dan bersisir….”
[Syarhus-Sunnah, 12/83].
20. Mencukur
Rambut dengan Model Qaza’.
Dari
’Abdullah bin ’Umar radliyallaahu ’anhumaa, ia berkata :
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْقَزَعِ
”Bahwasannya
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam melarang qaza’”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5921 dan Muslim no. 2120].
Dalam
riwayat Ahmad disebutkan :
أَنّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى صَبِيًّا قَدْ حُلِقَ بَعْضُ
شَعَرِهِ، وَتُرِكَ بَعْضُهُ، فَنَهَى عَنْ ذَلِكَ، وَقَالَ: " احْلِقُوا
كُلَّهُ، أَوْ اتْرُكُوا كُلَّهُ
Bahwasannya
Nabi shallallaahu ’alaihi wa sallam melihat seorang anak-anak yang
dicukur sebagian rambutnya dan dibiarkan sebagian yang lainnya. Maka beliau
melarangnya dengan bersabda : “Cukurlah seluruhnya atau biarkan seluruhnya”
[Diriwayatkan oleh Ahmad 2/88; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Silsilah
Ash-Shahiihah no. 1123].
Para
ulama berbeda pendapat tentang makna qaza’. Namun dengan melihat seluruh
penjelasan yang ada, maka larangan qaza’ ini ada empat macam :
a. Mencukur rambut kepala pada
bagian-bagian tertentu secara acak.
b. Mencukur bagian tengah kepala
dan membiarkan kedua belah sisinya.
c. Mencukur kedua belah sisi kepala
dan membiarkan bagian tengahnya.
d. Mencukur bagian depan dan
membiarkan bagian belakang.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amru radliyallaahu
‘anhumaa : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
لَا
تَنْتِفُوا الشَّيْبَ، فَإِنَّهُ نُورُ الْمُسْلِمِ، مَنْ شَابَ شَيْبَةً فِي
الْإِسْلَامِ، كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِهَا حَسَنَةً، وَكَفَّرَ عَنْهُ بِهَا
خَطِيئَةً، وَرَفَعَهُ بِهَا دَرَجَةً "
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr Al-Hanafiy :
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Hamiid bin Ja’far, dari ‘Amru bin
Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Janganlah kalian mencabut uban,
karena ia adalah cahaya seorang muslim. Barangsiapa yang ditumbuhi uban dalam
Islam, Allah akan tulis dengannya kebaikan, akan Allah tutup dengannya
kesalahan, dan akan Allah angkat dengannya satu derajat” [Diriwayatkan oleh
Ahmad, 2/210; shahih].
Ibnu ‘Utsaimiin rahimahullah ketika ditanya
tentang hukum mencabut uban di kepala dan jenggot, beliau menjawab :
أما من
اللحية أو شعر الوجه فإنه حرام؛ لأن هذا من النمص، فإن النمص نتف شعر الوجه
واللحية منه ، وقد ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه لعن النامصة والمتنمصة.
ونقول لهذا الرجل إذا كنت ستتسلط على كل شعرة أبيضت فتنتفها فلن تبقى لك لحية، فدع
ما خلقه الله على ما خلقه الله ولا تنتف شيئاً. أما إذا كان النتف من شعر الرأس
فلا يصل إلى درجة التحريم لأنه ليس من النمص
“Adapun mencabut uban di jenggot atau wajah, maka haram,
karena perbuatan ini termasuk namsh. Namsh itu adalah mencabut
bulu/rambut yang ada di wajah, dan jenggot termasuk bagian darinya. Telah
shahih dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau
melaknat orang yang melakukan namsh dan orang yang minta dilakukan namsh
padanya. Dan kami katakan pada laki-laki ini : Apabila engkau melihat semua
rambut telah memutih, lalu engkau mencabutnya, maka tidak ada yang tersisa
jenggot padamu. Maka, biarkanlah apa yang telah Allah ciptakan sebagaimana
adanya, dan jangan engkau cabut sama sekali. Adapun mencabut uban yang ada di
kepala, maka itu tidak sampai pada derajat haram, karena ia bukan termasuk an-namsh”
[Majmuu’ Al-Fataawaa, 11/123].
22. Memanjangkan
Kumis dan Mencukur Jenggot.[8]
Dari
Zaid bin Arqam radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
مَنْ
لَمْ يَأْخُذْ مِنْ شَارِبِهِ فَلَيْسَ مِنَّا
“Barangsiapa
yang tidak memangkas/memotong kumisnya, maka bukan dari golongan kami”
[Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2761, An-Nasaa’iy no. 13, dan yang lainnya;
dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan At-Tirmidziy 3/102].
Dari Abu
Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam :
جُزُّوا
الشَّوَارِبَ، وَأَرْخُوا اللِّحَى، خَالِفُوا الْمَجُوسَ
“Potong/cukurlah
kumis kalian dan panjangkanlah jenggot. Selisilah oleh kalian kaum Majusi”
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 260].
23. Memintal/Menguncir
Jenggot.
Dari
Ruwaifi’, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda :
يَا
رُوَيْفِعُ، لَعَلَّ الْحَيَاةَ سَتَطُولُ بِكَ بَعْدِي، فَأَخْبِرِ النَّاسَ
أَنَّهُ مَنْ عَقَدَ لِحْيَتَهُ أَوْ تَقَلَّدَ وَتَرًا أَوِ اسْتَنْجَى بِرَجِعِ
دَابَّةٍ أَوْ عَظْمٍ، فَإِنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُ
بَرِيءٌ "،
“Wahai
Ruwaifii’, barangkali engkau dianugerahi umur panjang setelahku nanti
(meninggal), khabarkanlah kepada manusia bahwa barangsiapa yang
mengikat/memintal jenggotnya, menggantungkan tali busur, atau beristinjaa’
dengan kotoran binatang atau tulang; maka sesungguhnya Muhammad shallallaahu
‘alaihi wa sallam berlepas diri darinya” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no.
36; dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 1/20-21].
24. Meratakan
Gigi, Mencukur Bulu Alis, dan Menato Anggota Badan.
Ibnu
Mas’uud radliyallaahu ‘anhu ia berkata:
لَعَنَ
اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ
وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ، مَا لِي لَا
أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي
كِتَابِ اللَّهِ
“Allah
telah melaknat orang yang mentato, orang yang minta ditato, orang yang
menghilangkan bulu alis, dan orang yang meratakan gigi untuk keindahan dengan
merubah ciptaan Allah ta’ala. Mengapa
aku tidak melaknat orang yang telah dilaknat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, padahal hal itu ada dalam Kitabullah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5948, Muslim no.
2125, Abu Dawud nomor 4169, At-Tirmidziy no. 2782, dan lainnya].
25. Membiarkan
Kuku dan Lain-Lain yang Disunnahkan untuk Dipotong, Lebih dari 40 Hari
Anas radliyallaahu ‘anhu berkata
:
وُقِّتَ
لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيمِ الْأَظْفَارِ، وَنَتْفِ الإِبِطِ،
وَحَلْقِ الْعَانَةِ، أَنْ لَا نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
telah menentukan waktu buat kita untuk memotong kumis, memotong kuku, mencabut
bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan. Dan hendaknya kita tidak membiarkannya
lebih dari empat puluh malam” [Diriwayatkan oleh Muslim no.
258].